Saturday, October 23, 2004

the shade of grey

Sedikit terpuaskan hausku akan obrolan semacam itu. Esensi dari banyak hal yang ada, tertulis dan hidup. Cerita, legenda, mithology yang menjadi nyata. Mewujud dalam bentuk manusia. Dari india, jawa, mesir, romawi-yunani maupun mesopotamia dan babilonia. Mithology yang menjelma, mengambil bentuk. Menjadi nyata. Sedikit terpuaskan hausku, dahagaku akan ilmu dan perbincangan yang dalam seperti malam tadi. Pembicaraan mengenai wayang, dewa, Tuhan, avatarism, agama dan pencandian yang dilakukan manusia. Pada yang tidak berbentuk menjadi berbentuk. Pada pergeseran dunia nyata dan maya. Yang dimungkinkan terjadi karena merasuknya teknologi. Yang maya. Sehingga yang nyata akan menjadi maya. Meskipun dalam konteks pencandian semata. Kita yang sering memandang sebelah mata terhadap pencandian yang dilakukan orang-orang terdahulu dalam memandang dewanya. Dengan dalih musyrik, setan, iblis dan lain-lain. Tapi yang mereka lakukan saat ini adalah mengambil bentuk pada Tuhan. Membatasinya dan menganggapnya berbentuk. Tuhan itu begini atau begitu. Menurut penafsiran kita yang terbatas. Membatasi. Padahal Dia tidak terbatas dan tidak terbahas. Manusia. Makhluk yang melihat permasalahan dengan point of view kita yang sempit. Kitalah yang berkata. "there's no such thing as black and white. Just the shade of grey." Tapi kita lupa bahwa warna abu-abu adalah campuran dari hitam dan putih. Meskipun mereka tidak hadir secara visual, tapi keberadaan mereka tak terbantahkan. Mungkinkah

Tuesday, October 19, 2004

Tabir yang terkuak

Tuhan memang keren!!!! Setelah lama aku bersikukuh bahwa perempuan itu memiliki kekasih lain di luar dirinya, akhirnya tabir itu terkuak juga. Meskipun kuakan itu baru terbuka setelah putusnya tali kasih diantara mereka. Dia marah tentunya. Karena hal ini terjadi saat mereka masih bersama. Dia yang selalu curiga bila aku menyinggung nama perempuan itu di depannya dulu. Mungkin dia merasa aku menjelek-jelekan perempuan itu. Padahal instingku berkata bahwa perempuan itu main belakang (selain main dukun tentunya). Dan instingku jarang sekali salah, terutama dalam hal yang menyangkut hal-hal seperti ini. Hal yang kutahu sejak aku kecil. Aku berkecimpung di dunia ini semenjak lahir. Lagipula bukankah aku yang selalu berkata bahwa hanya orang bodoh yang bisa cemburu. Seperti perempuan kebanyakan yang tidak mempergunakan otaknya. Lucunya, lelaki yang menjadi selingkuhan perempuan itu malah membeberkan rahasia ini padaku. Orang yang dicurigai sebagai penyebab keretakan mereka. Perempuan itu dan kesayanganku. Tuhan memang punya selera humor yang aneh. Memang Tuhan yang hebat. Dan perempuan itu yang bodoh serta terlalu percaya diri. Terlalu percaya bahwa dengan "orang kepercayaannya" itu dapat menutupi perbuatannya. Belum lagi oom-oom yang memeliharanya. Wow..banyak bener yang harus ditutupinya. Complicated sekali ya hidup ini.. :)

ngGragas

Makan sahur dengan keluarga (lagi) setelah absen tiga hari. Hiks..artinya ini kali kedua aku sahur bersama keluargaku ya? Setelah kuingat-ingat, ini berawal dari shalat bareng malam-malam dengannya. Yang membuat jam tidurku bergeser, padahal ini berefek similar pada jam sahurku. Hiks..aku benar-benar penelantar keluarga nomor satu.. Makan sahur yang ditemani nasi putih, beberapa jenis sayur dan lauknya. Entah kenapa, dini hari ini mataku tertumbuk pada tumisan aneh di depanku. Tumisan yang terdiri dari tempe, cabai hijau dan irisan benda putih tipis di dalamnya. Belakangan kutahu bahwa itu adalah irisan biji nangka. Wah, ini hal baru bagiku. Biji nangka ternyata bisa dibuat tumisan! Kita memang bangsa yang kreatif, yang suka sekali berkreasi dengan barang tak berguna yang berserakan di sekeliling kita. Bangsa yang pelit. Yang merasa sayang untuk membuang barang , tapi berusaha mendayagunakannya. Bangsa yang selalu berusaha memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Selagi masih bisa dimanfaatkan, manfaatkanlah. Kita memang bangsa yang senang memanfaatkan. Dulu aku sering melihat biji nangka yang direbus. Dimakan seperti kacang rebus untuk nyamikan. Bethon. Yang enak dimakan sambil minum teh sore-sore sambil nonton tv. Tapi ini merupakan hal baru bagiku, bahwa selain dijadikan gudeg dan direbus, biji nangka pun dapat dijadikan tumisan. Kita memang bangsa yang nggragas.

Saturday, October 09, 2004

".. Kesenangan itu rapuh bagai butir embun, selagi tertawa ia pun lenyap. Namun kesedihan itu kuat dan lekat. Biarlah kasih yang sedih terjaga di matamu.." (tagore) Kadang kesedihan itu lebih nyata dibanding tawa dan suka cita. Saat sedih melanda, kita akan teringat padanya. Pada yang kerap kita lupakan. Namun selalu kita ucapkan namanya saat air mata itu mengalir. Biarlah kasih yang sedih itu terjaga di matamu..

5 - the rose wine of mine

Saat dimana prediksi menjadi kenyataan merupakan saat yang paling menyebalkan. Mengesalkan karena sekeras apapun aku melawannya, menabrak dan berusaha menerobosnya, yang kutemui hanyalah dinding takdir. Menyebalkan dan sangat tidak mengasikkan. Seperti quote yang kerap diucapkan raja kera dalam sebuah serial mandarin klasik. Mungkin inilah saat aku harus pergi dan menemui takdir. 2005. Saat aku harus menemuinya, bersamanya. Kebersamaan yang terlimitasi oleh waktu. Lima tahun. Keberadaan bersama. Untuk menjemput 35. Kekasihku, pujaanku, penghancur hatiku. Kuharus bersamamu untuk hancur. Untuk luka, kalah dan bangkit kembali. Seperti phoenix. Yang hidup kembali setelah membakar diri. Seperti kota yang dibangun diatas kota yang dihancurkan sebelumnya. Untuk menjadi lebih kuat dan besar. Hancur, luluh dan melebur. Untuk kemudian bangkit kembali. Yang deminya mungkin aku harus meninggalkan persinggahanku. Yang nyaman, namun penuh kebimbangan. Kadang aku tak tahu mana yang terbaik. Biarlah waktu mengalir seperti air. Dan wine di sungai surgawi. Mengalir. Bersama air kulepaskan bebanku. Kesedihanku. Pada air.. Selamat berpisah, persinggahan sementaraku.. Terimakasih atas tempat berteduh dan menenangkan diri yang singkat ini. Pertemuan yang terlimitasi waktu. Seperti rose wine yang kerap kita nikmati bersama. Kutinggalkan kau dengan bola di tanganmu. Gulirkanlah hingga batas takdir menjemputmu. Selamat berpisah..dan kali ini kita memang benar-benar harus berpisah.

Thursday, October 07, 2004

disebrat

Ternyata akulah yang selama ini memaksakan diri untuk merengkuh sejumput kebersamaan kami. Yang mungkin hanya ilusi. Kesedihan dan kehilangan hanyalah ilusi semata. Keterikatan akan keberadaannya. Kebutuhan akan adanya dia di sampingku. Kadang kupertanyakan arti ilusi ini. Kehidupan yang katanya hanya ilusi. Namun mengapa ilusi ini menyusupi pori-pori jiwaku? Ketergantungan yang menyerupai candu dalam darahku. Ternyata ada yang lebih parah dari rokok dan wine. Yang dapat kutinggalkan begitu saja saat kumau. Ternyata canduku adalah kasih sayang. Keterikatan. Shita. Dulu aku pernah mempertanyakan mengapa Shita begitu terikat pada Rama? Setelah begitu buruknya perlakuan. Dia yang pernah menjadi bunga negeri setelah disunting hanyalah memetik buah penderitaan dan penghinaan. Bagaimana aku tidak mengatakannya dihina, bila setelah perjuangannya akan Rahwana, dia masih dibuang pula. Dibuang ke pinggir Sungai Yamuna sampai diangkat anak oleh pertapa. Dengan janin Rama dalam tubuhnya. Sampai Rama menjemputnya kembali, setelah banjir bandang dan semua bencana yang melanda negerinya. Yang datang dari air mata Shita. Hanya karena Rahwana. Seorang yang disebut raksasa oleh masyarakat Jawa. Yang ternyata berwajah tampan dan gagah laksana dewa. Hanya karena dia muncul sebagai tokoh antagonis, maka dia dikatakan buruk rupa seperti raksasa. Raksasa mana yang bisa membuat seorang raja tega membakar dan kemudian membuang ratunya sendiri? Ratu yang diperjuangkannya diatas darah bangsa kera. Tidaklah mungkin seorang raksasa buruk rupa mendapat perlakuan setinggi itu. Rahwana yang istri-istrinya tersebar dimana-mana. Mulai dari bidadari kahyangan, putri-putri raja, sampai ratu bangau, buaya dan lainnya. Betapa tak mungkinnya. Seorang raja raksasa? Sesakti apapun dia hanyalah raksasa. Kadang kubertanya, apakah cinta yang membuat Shita bertahan? Ataukah kewajiban, sebagai titisan Shri Lakhsmi yang harus mendampingi Shri Vishnu saat turun ke dunia? Ataukah kebutuhan, keterbiasaan akan Rama disisinya? Ataukah nama baik dan keadaan? Ataukah...?ataukah...?

Wednesday, October 06, 2004

Mi Pesto Amor

Hmmm.. Pasta dengan tomat cincang, basil, oregano segar, daging merah dan parmesan leleh diatasnya. Benar-benar makanan yang sempurna untuk membuka hari baru. Inilah bayangan yang kerap menari-nari di otakku sejak dua hari yang lalu. Agar pagi hariku berlangsung dengan sempurna, kupersiapkan bahan-bahan pembuatnya dari malam tadi. Fussili ok, tomat.. tinggal buka kaleng, pasta tomat juga, daging baru beli sore dari Hero, basil ada, tapi…oregano? Oreganoku mana??? Kuubek-ubek tempat bumbu, laci sampai kulkas, siapa tau nyasar di sana, tetep nggak ada. Hhh..tampaknya impianku untuk pagi yang sempurna harus dipending dulu nih.. *** Pagi.. Sarapan roti unyil oleh-oleh dari bogor. Roti yang membangunkanku malam-malam dengan telponnya. Jam 23.42 menurut hand phoneku. Ternyata namanya memang sesuai dengan akibat yang ditimbulkannnya pada perutku. Benar-benar unyil! Nafsu makanku memang sedang gila-gilaan akhir-akhir ini. Hal yang dipicu kekhawatiranku terhadap berat yang terus menurun. Ternyata pacaran berbanding lurus dengan berat badan. Degradasi hubungan berakibat langsung pada penurunan berat badan. Bongkar-bongkar kulkas, dan kutemukan tupperware berisi pesto di dalamnya. Wah, boleh juga nih.. Berhubung tidak ada spagetti, aku memutuskannya untuk menggantinya dengan mie instan, yang bumbunya disingkirkan. Mie dengan pesto. Pesto yang dibuatnya. Kenangan pun berhamburan ke dalam benakku. Saat-saat membeli basil segar ke lembang, parmesan di toko setiabudi, dll. Dia memang hobi masak dan enak. Kenangan..semua itu hanya kenangan. Memori yang akan larut ditelan ombak waktu. Meskipun aku masih sayang padanya. Dengan mata yang masih mengawang, kugulung mie-pesto itu dengan garpu. Kumasukkan ke dalam mulutku. Kukunyah pelan. Dengan lagu Barbra Streisan&Bryan Adams di kepalaku, “..started at a café. Started as a friend. Funny, how it comes from a simple thing. The first time we kissed..” Lagu yang kerap kunyanyikan untuknya saat kami berciuman. Namun waktu yang indah itu pupus seketika, saat indera pengecapku membunyikan alarm. Rasanya nggak enak! Nggak pas. Tidak seperti rasa mulutnya yang beraroma cigar itu. Sial! Tenyata pesto memang bukan pasangan yang pas untuk mie instan. Seperti kami yang tidak bisa bersama. Lagi.

...swara

“..remember the music of my heart..” Masa lalu mungkin hanya masa lalu.. Tapi denting piano itu masih nyangkut di kalbu. Masa-masa sedih dan penuh tangis yang dihiburnya dengan permainan pianonya. Hingga aku tertidur dengan telpon masih di telingaku. Masa-masa aku nggak tau harus ngapain dengan hubungan kedua orang tuaku. Masa-masa aku putus. Masa-masa dia putus. Masa-masa pulsa telpon adalah udaraku. Makan steak yang dibuatnya sambil diiringi permainan pianonya. Puisi-puisinya. Ngobrol sejarah, puisi, logika, sastra, perkembangan teknologi, dll. Jalan-jalan nggak tentu arah bersama. Menikmati awan di langit sampai matahari terbenam. Dialah yang mengajariku hidup dan memandang kehidupan. Tempat ngobrol paling enak sedunia. Kuakui, aku memujanya. He is an angel who walk on earth, teach mortal how to love and be loved. Sampai sekarang kuilnya masih ada di sudut hatiku yang paling dalam. Bagaimana mungkin melupakan sosok yang membuatku? Kenangan adalah indah saat dikenang, tapi selalu indah saat menyebut namanya..

wine lover

Setelah lama menunggu, akhirnya keluar juga jawaban atas apa yang kami mau dari hubungan ini. Ternyata kami yang belum mampu berbagi dan masih mencari. Meski di alam hati masih tersisip rasa sayang untuknya. Tapi ternyata kami masih mencari. Bentuk.Usaha.Dan soulmate kami. Kami dua orang yang masih terkungkung dan terpenjara masa lalu. Berusaha untuk lepas dan keluar dari selongsong waktu, namun sebagian diri kami masih merindukan rumah jiwa kami yang dulu. Dia yang masih merindukan tempat persinggahannya yang dahulu, yang lama mengisi hatinya. Dan tumbuh bersamanya. Meskipun pintu itu telah tertutup untuknya. Aku yang masih teringat dengan tempat-tempatku dulu pernah bernaung, yang pernah mematangkan jiwaku di dalamnya. Meski aku telah menyadari bahwa masa lalu hanyalah masa lalu, dan ternyata aku hanya mencintai ilusinya. Refleksi masa lalu yang terpantul dari waktu. Aku mencintai mereka di waktu keberadaan mereka bersamaku. Di masa mereka. Yang telah lalu. Seperti manisnya wine yang kunikmati setelah kukulum dalam mulutku. After taste. Semua itu selalu lebih manis dalam kenangan..