Sunday, September 24, 2006

La cielo

Kisaran arus kadang membawa kita hanyut ke bagian yang lebih hulu dari waktu. Ke tempat dimana kita pernah menyusuri sungai bersama bulir waktu. Menginjak kerikil dan terluka, mereguk embun yang tersisa di sudut daun yang menentramkan saat dikecap. Arus yang membawa kita ke sarang lebah yang ditinggalkan pemiliknya dengan madu yang membuncah. Reguk dan nikmati, janganlah takut disengat, karena penjaganya pergi entah kemana. Madu yang selalu ada bersama kenangan. Walau tak lagi ia kau kecap di lidahmu, hanya sebagai after taste. Kenangan, pisau tajam yang menoreh pergelangan dan membiusnya disaat yang bersamaan. Kulepaskan kau dengan semua kenangan, madu yang manis di segmen hati, terimakasih atas semua pemberian dan pengertian. Kulepas kau seperti merpati, semoga menjadi berkah untuk semua. Ciuman di kedua mata dan air mata. Yang menyusulnya. Kulepaskan engkau terbang di angkasa yang kau cintai. Dan pulanglah ke sarangmu sedikit lebih sering. Bila kau rindu dengan tempat itu, datanglah dengan tenang, akan kuberikan madu sebagai penghilang lelah dan cemasmu. Bila kau ingin berunjungsana dan berceloteh bersama. Sekarang, pulanglah.. Sarangmu menantimu.. Terbanglah kau, merpati putih penyisir langit. Kupamitkan kau pada semesta, semoga terestui.

Tuesday, September 19, 2006

Mutasi terapi

Jujurnya, kalau ada yang paling saya benci diseluruh dunia itu adalah saya. Saya nggak suka sekali dengan diri saya. Kadang sering terlintas, kok tega sih Dia naro saya di cangkang ini. Yang ini?? Buka-buka friendster orang aja langsung kebayang ada apa yang bakal kejadian sama dia. I hate myself. Kenapa sih nggak bisa biasa aja. Liat friendster atau apalah..itu nggak perlu langsung keliatan dong masalah yang bakal mereka hadapi. Biasa aja deh, kayak orang normal lainnya! Nggak usah neko-neko. Keliatan masalahnya, kalau saya mau tau aja, ada apa ya dengan orang itu. Nggak usah annoying deh, liat hal biasa udah langsung contact. Dasar mutant! Tapi kadang disaat kebencian saya terhadap diri sendiri itu memuncak, out of the sudden, beberapa hal muncul di depan saya.. Kalau saya nggak aneh gini, mungkin saya nggak bisa menikmati hal-hal yang dengan mudahnya bisa saya dapat. Dengan hanya sedikit usaha.. Apa yang saya mau , biasanya, akan ada di depan saya. Hiburan-hiburan kecil dari Tuhan. Kita hanya akan mendapat kesetimbangan. Dari dunia yang terbentuk dari keseimbangan. Apa yang kurang dari sisi satu, akan diberikan yang lain sebagai gantinya. Saat-saat yang menakutkan itu, kalau dilihat dengan lebih global (tidak hanya melihat dari sisi saya yang ketakutan setengah mati), sebenarnya tidaklah sedemikian parah. Toh sebagai imbangannya saya mendapat banyak pengetahuan dari situ. Yang kadang mengagetkan saat melihat literatur yang nyata. Ternyata saya nggak gila. Dan itu bukanlah halusinasi semata. Dan kalau boleh jujur, kadang saya meramal sebagai terapi saya menghadapi kebencian terhadap diri sendiri. Dari kenggaknormalan ini, saya bisa dapet duit kok. :)

Monday, September 18, 2006

Tibet-ish

Kadang aku takut kehilangan kucing kecilku, yang manis kuning dan lucu. Yang banyak menemaniku akhir-akhir ini. Kucing yang tak sengaja kutemukan di jalan, saat berusaha pulang ke rumah dalam keadaan sakit dan lesu. Kucing kuning kecil yang lucu, yang berekor setengah. Kuning seperti Garfield. Kugemukkan dan kurawat sampai bersih. Mungkin itu yang membuat dia menggendut seperti Garfield. Gendut, lucu dan pemalas. Datang saat minta makan atau dibelai. Animal instinct. Kebersamaan kami membuatku semakin takut akan kehilangannya. Aku selalu takut kehilangan. Karenanya aku selalu berusaha untuk tidak terlalu menyayangi sesuatu. Keluarga, teman bahkan barang. Agar tidak terlalu sakit saat terlepas. Impian dan keinginanlah yang menerbangkan kita, dan membuatnya menyakitkan saat terhempas. Aku terlalu takut untuk bermimpi. Dan menyayangi. Saat apa yang kausayangi terenggut darimu, yang tersisa hanyalah ampas dari esens jiwamu. Seperti papa. Orang yang paling aku sayangi sepanjang nafasku, ternyata bisa meninggalkanku. Sejak itu aku takut untuk menyayangi dan merasa memiliki. Bagaimana kalau kucing ini teringat ibunya dan memilih tinggal bersamanya? Atau ia menemukan rumah lain, yang lebih memanjakannya? Aku takut. Apapun dayaku, usahaku..tetap dia bukan milikku. Tapi seperti semua doa dari yang pernah ditinggalkan, aku selalu berdoa "semoga dia tetap bersamaku.".