Friday, April 15, 2005

sempurna

Beberapa hari yang lalu aku melihat anjing yang kakinya tiga. Bener-bener buntung, karena kaki yang seharusnya jadi kaki ke empat dipapras sampai ke sendi pahanya. Sampai sekilas terlihat kalau anjing itu memang anomali, cuma punya 3 kaki dari lahir. Sedih, miris, nggak tega liatnya.. Samapai-sampai harus memalingkan muka agar nggak kebayang-bayang sampai malam, dan jadi nightmare. Tapi anjing itu sendiri keliatan santai dan riang. Sibuk menjulurkan lidahnya dan berlari-lari dengan penuh semangat. Mungkin menurutnya, hidup sudah cukup sempurna untuknya. Bumi tempat berlari, tong-tong sampah yang menyediakan suplai makanan lengkap, air dari got dan keran rumah, angin yang membuat kupingnya berkibar saat berlari, matahari yang bersinar, dan kalau hujan pun, ia dapat bergulingan di lumpur dangkal jalanan. Mungkin kita yang terlalu sering melihat dengan sudut pandang kita, perspektif kita yang kadang tidak menyeluruh. Kita terbiasa mengandaikan sesuatu dengan kita, apa yang kita rasakan bila berada dalam format atau keadaan demikian. Padahal kadang tidak demikian halnya. Seperti anjing yang sudah merasa sempurna, dalam keadaan yang kurang sempurna menurutku. Kadang sesuatu yang tidak sempurna adalah sempurna, sedangkan kesempurnaan kadang menjadi membosankan. Seperti pasangan. Dia akan menjadi sempurna karena ketidaksempurnaannya. Karena itulah tempat kita masuk, ke dalam sisi yang tidak sempurna itu, dan mengisi ketidaksempurnaan kita dengannya. Saling melengkapi. Seperti puzzle.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home