Tuesday, August 17, 2004

Cinta

Cinta itu sebenarnya benda apa? Yang bisa membuat langit merendah dan bumi membelah. Yang bisa mendamaikan dan memecah jagat raya. Cinta itu sebenarnya makhluk apa? Menyusup ke dalam sanubari yang terdalam, seperti mikro organisme yang masuk dan membelah diri di dalam tubuhku, hingga aku tak punya daya untuk melawannya. Cinta itu sebenarnya rasa apa? Yang bisa membuat masakan menjadi lezat atau malah cemplang sama sekali. Cinta itu sebenarnya penyakit apa? Mengapa tubuhku tak punya daya untuk melawannya? Berjalan sendiri mengikuti takdir. Mungkin harus begini. Atau seharusnya tidak begini? Terus terang aku nggak tau, dan nggak mau tau. Hanya ngeli, mengikuti arus kata hati. Yang nyaris padam, megap-megap melawan kejamnya logika. Sakit, sedih, ngilu dan perih. Namun apa daya, aku hanya mengikuti kata hati, yang arusnya tak sanggup kulawan, walau kucoba untuk menghindar. Kendati telah kucoba jalan ekstrem, membohongi perasaanku dan diriku sendiri. Pathaetic. Mengganti gambarnya di sudut hatiku dengan gambar lain, yang mungkin akan lebih bisa diterima dunia. Aku telah mencoba, namun apa daya aku tak kuasa menghapus bayangannya di sudut hatiku, menghantuiku bagai para hantu malam yang dengan rajinnya datang berkunjung mengisi daftar hadir mereka. Aku sudah mencoba. Jangan pernah berkata bahwa aku tidak berupaya. Aku telah mencoba. Namun tak kuasa. Dulu pernah ada yang bercerita, bahwa cinta adalah perwujudan cahaya Ilahi yang tercermin dalam jiwa manusia. Karenanya kita selalu meresa hancur bila tidak dicintai. Bersyukurlah pada Cinta dan alam semesta, bila masih ada yang mencintaimu dan mengatakan padamu bahwa kau berarti untuknya. Walau itu tidak datang dari orang yang kau cinta. Mungkin itulah perwujudan cinta Tuhan dan alam semesta padamu. Sapaan Namaste bagimu. Namaste, Aku mencintai Tuhan dalam diriMu. Pada dasarnya, kita hanyalah ciptaan kecil-Nya, perwujudan diri-nya, Sang Maha Sempurna. Lama sekali aku mencari-Nya, di kuil-kuil, altar, maupun mimbar. Di semua tempat manusia mumpuni yang dikenal mengenal-Nya. Di banyak petilasan orang baik, yang mengenal-Nya. Aku pun mengenal banyak aliran dan sebutan untuk-Nya, maupun para pengusung panji-Nya. Aku mencintai semua-Nya. Dari banyak sudut dunia. Dari Parsi hingga India, dari Mekkah hingga Jerusalem. Aku mencintai semuanya, para messiah-avatar-nabi dan rasul, semuanya. Semuanya kecintaanku. Malaikat yang berdiam di lapisan langit pertama, kedua dan seterusnya. Yang bersayap dua, tiga, empat atau yang menampakkan wajahnya di depanku tanpa sayap. Dari malaikat yang kukenal sampai yang tidak kukenal. Namaste. Namaste. Namaste. Pernah dalam pencarianku pada-Nya, aku mencari-Nya di semua tempat dan makhluk-Nya. Dan aku mencintai semuanya. Aku mencintai mereka sebagai perwujudan Cintaku pada-Nya. Lama, hingga kudengar sebuah cerita. Dari India. Tentang manusia yang mencari Tuhannya. Dan dia tak pernah menemukannya karena matanya tak pernah melihat ke dalam dirinya. Pencarian yang lama, walau tak dapat dikatakan sia-sia. Sejak itulah aku mencari Tuhan dalam diriku, tak lagi melihatnya sebagai cahaya menyilaukan di luar diriku. Dia ada di dalam diriku dan mengerti Aku. Dan mengenalku lebih dari apapun dan siapapun. Cintaku yang tidak pernah mencelaku ataupun membiarkanku sendirian. Karena Ia selalu bersamaku dan mencintaiKu. Saat ini. Selamanya. Saat itulah aku merasa menemukan. Cinta.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home